Minggu, 17 Juni 2012

Bhakti Yoga Hindu Bali

Walaupun kehidupan ini terlihat tunggal dan singkat, sesungguhnya sebelumnya kita sudah berputar-putar jutaan kali lahir-hidup-mati lahir-hidup-mati dalam roda samsara. Ada banyak sebabnya mengapa samsara terus terjadi, tapi sebab yang paling utama adalah karena kita salah pikiran, lalu menjadi salah tindakan dan perkataan, yang kemudian berujung kepada lembah kesengsaraan.

Lahir dan hidup dalam roda samsara itu, bisa diibaratkan seperti meniti “titi ugal-agil” [jembatan berupa sebatang kayu kecil yang goyah]. Hanya persoalan waktu kita “jatuh ke dalam jurang”. Dengan kata lain, sangat-sangat mendesak bagi kita sebagai manusia untuk segera sadar, karena kita semua sedang meniti titi ugal-agil.

Setiap hari segala macam hal datang kepada kita silih berganti. Habis bahagia, datanglah kejengkelan. Habis senang, datanglah kebosanan. Demikian terus-menerus berputar. Hanya persoalan waktu kita ”jatuh ke dalam jurang”. Kita yang sudah menikah kemudian cari istri lagi, itu jatuh ke dalam jurang. Kita tidak puas dengan gaji kemudian kita korupsi, itu jatuh ke dalam jurang. Kita tidak puas dengan pasangan hidup kemudian minta cerai, itu itu jatuh ke dalam jurang. Dll-nya. Kita akan menyakiti dan melukai baik diri kita sendiri maupun orang lain. Pada akhirnya diri kita sendiri yang akan terjerumus ke dalam jurang kegelapan dan kesengsaraan.



Kalau setuju dan yakin, bahwa hidup sebagai manusia itu ibarat meniti titi ugal-agil dan salah-salah kita bisa jatuh ke dalam jurang, segeralah kita kembali ke jalan dharma. Karena hanya dengan begitu seluruh kesengsaraan bisa lenyap, kita bisa terbebaskan dan menemukan hakikat diri dalam kedamaian-kebahagiaan sejati.


== HINDU BALI ==

Salah satu ciri kuat Hindu Bali adalah Bhakti Yoga, dengan ciri khas dimana dalam kesehariannya penuh dengan yadnya [persembahan suci]. Mengacu kepada apa yang dilaksanakan oleh para tetua, tidak saja banten dan upakara menjadi yadnya, tapi tari-tarian, ngayah [pelayanan], ukiran, pemberian, pertolongan, membahagiakan mahluk lain, dll, semuanya adalah yadnya. Bahkan hidup inipun adalah yadnya. Kalau hal ini yang dijadikan acuan, sebagai Hindu Bali selayaknya bergerak dengan spirit yadnya [persembahan suci].



Ada delapan macam yadnya, yaitu TRI YADNYA [tiga macam yadnya yang tidak berhubungan dengan upakara] dan PANCA YADNYA [lima macam yadnya yang berhubungan dengan upakara]. Tri Yadnya termasuk Para Bhakti, sedangkan Panca Yadnya termasuk Apara Bhakti. Inilah jalan menuju tercapainya Tri Hita Karana, yaitu keharmonisan semesta yang bersumber pada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Hyang Acintya dan para dewa-dewi, manusia dengan alam raya dan manusia dengan sesama mahluk. Ini selaras-sejalan dengan tujuan “moksartham jagadhita ya ca iti dharma”, yang berarti : dengan dharma kita mewujudkan kebahagiaan semua mahluk dan keharmonisan alam semesta [jagadhita], serta mencapai pembebasan dari roda samsara [moksartham].

== TRI YADNYA SEBAGAI LANDASAN-PONDASI PENTING BHAKTI YOGA ==

Bhakti Yoga harus dimulai dengan upaya mendisiplinkan diri. Ini direalisasi dengan melaksanakan Tri Yadnya, yaitu tiga macam persembahan suci atau yadnya yang tidak berhubungan dengan upakara.



Ketiga yadnya itu adalah :

1. Drwya Yadnya.

Ini adalah yadnya berupa welas asih dan kebaikan kepada semua mahluk.

Memuja Tuhan dan dewa-dewi yang tidak kelihatan tentu saja bagus dan boleh. Tapi menyayangi para mahluk yang terlihat juga termasuk yadnya [persembahan suci]. Drwya Yadnya adalah yadnya berupa perbuatan-perbuatan kebaikan, kasih sayang dan pemberian materi maupun non-materi. Tidak saja kepada manusia, tapi juga kepada alam semesta beserta seluruh mahluk didalamnya. Termasuk welas asih dan kebaikan kepada para mahluk menderita : hewan dan mahluk-mahluk niskala alam bawah [yang ditempat lain dimusuhi sebagai setan].

Yadnya disini bukan selalu berarti uang atau barang. Senyuman ramah, mau menjadi tempat curhat yang baik, membantu membuang sampah, itu juga sebuah yadnya. Membuat orang senang, bahagia, terhibur, lepas dari ganjelan, dll, itu semua sebuah persembahan suci [yadnya].

2. Tapa Yadnya.

Ini adalah yadnya berupa 10 disiplin diri, yaitu :

- Tiga disiplin badan : hindari menyakiti-membunuh, hindari hubungan seks ilegal [selingkuh], hindari mengambil sesuatu yang bukan milik kita.

- Empat disiplin lidah : hindari berbohong, hindari bergosip-memfitnah, hindari kata-kata kasar dan menghina, hindari kesombongan.

- Tiga disiplin pikiran : hindari kemarahan-kebencian, hindari keserakahan [termasuk serakah ingin hidup harus selalu tenang, damai, gembira tanpa gangguan], hindari dualitas pikiran [benar-salah, baik-buruk, suci-kotor, dll].

Dengan indriya-indriya dan pikiran yang terkendali, kita lebih sedikit serakah, lebih sedikit mengeluarkan kata-kata menyakitkan, yang membuat kita lebih sedikit menyakiti mahluk lain, lebih banyak mengurangi penderitaan para mahluk, sekaligus membuat kita berhenti memproduksi karma buruk.

3. Jnana Yadnya.

Ini adalah yadnya berupa kebijaksanaan dan pengetahuan. Kita belajar dan berlatih menghidupkan kebijaksanaan yang mendalam dalam bathin kita.

Dengan kebijaksanaan mendalam, kita lebih sedikit marah, lebih sedikit membenci, lebih sedikit dendam, lebih sedikit tidak puasnya, yang membuat kita lebih sedikit menyakiti mahluk lain, lebih banyak mengurangi penderitaan para mahluk, sekaligus membuat kita berhenti memproduksi karma buruk.

Tri Yadnya sangat penting dan fundamental dalam totalitas yadnya

Dengan keseharian yang dibimbing oleh Tri Yadnya keadaan bathin kita akan menjadi sejuk, teduh, terang. Jauh lebih sedikit mahluk yang disakiti dan jauh lebih banyak mahluk yang bisa disayangi. Hal ini tidak saja menyegarkan bathin orang lain atau mahluk lain, tapi sekaligus juga menyalakan teja atau sinar suci di dalam bathin kita. Sehingga kemanapun kita sembahyang, apapun upakara yang kita lakukan, langkah kita akan ringan, dimana-mana kita mudah sekali bertemu dengan teja kemahasucian.

Segala macam sembahyang, mebanten, upakara, dll, yang kita laksanakan, tanpa dilandasi oleh Tri Yadnya, kemungkinan besar hanya menjadi penyegaran spiritual atau rekreasi rohani yang sifatnya sementara saja atau bahkan tidak berguna. Vibrasi spiritual-nya lemah dan mudah lenyap. Akan tetapi bila sebaliknya, bhakti yoga tidak lagi menjadi aktifitas fisik belaka, tapi sudah menjadi satu dengan aktifitas jiwa. Ini yang akan membuat dalam bhakti kita akan mudah terhubung dengan wilayah-wilayah kemahasucian. Karena hanya yang suci akan tersambung dengan bagian dari Brahman yang juga suci.

== PANCA YADNYA SEBAGAI PELENGKAP BHAKTI YOGA ==

Bhakti Yoga dilengkapi dengan melaksanakan Panca Yadnya, yaitu lima macam persembahan suci atau yadnya yang berhubungan dengan upakara. Karena selain diri kita sendiri, alam semesta ini juga berada dalam pengaruh vibrasi energi kosmik yang bersifat tri guna, yaitu sattvam, rajas dan tamas. Sehingga tidak hanya manusia yang memiliki tingkatan-tingkatan spiritual, tapi alam sekitar lingkungan kita juga. Ketika kita melakukan persembahan, vibrasi sattvam yang muncul dari persembahan mengurai vibrasi unsur rajas-tamas di alam. Meningkatnya vibrasi unsur sattvam di alam memurnikan vibrasi kosmik alam sekitarnya.



Kelima yadnya itu adalah :

1. Dewa Yadnya.

Ini adalah yadnya berupa pemujaan atau persembahan suci kepada Hyang Acintya beserta sinar-sinar suci-Nya, yaitu para dewa-dewi.  Dewa Yadnya diselenggarakan dengan melaksanakan persembahyangan, muspa, japa mantra ataupun persembahan upakara yang dilaksanakan pada hari-hari suci, rahinan, pawedalan ataupun hari-hari raya lainnya seperti Hari Raya Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri, dll.

Pada pemujaan seperti persembahyangan, muspa, japa mantra, dll, tujuannya adalah menghubungkan kesadaran kita dengan vibrasi suci dari Beliau, untuk membantu meningkatkan kesadaran diri kita. Sedangkan pada persembahan suci tujuannya adalah menngharmoniskan vibrasi lingkungan sekitar kita melalui vibrasi suci dari Beliau, yang dapat mempengaruhi dan mengatur dinamika di alam semesta ini menjadi baik.

2. Pitra Yadnya.

Ini adalah yadnya yang diselenggarakan guna mengangkat serta menyempurnakan kedudukan atman mereka-mereka yang sudah meninggal, khususnya para leluhur [pitra], agar mereka mendapatkan tempat yang baik di alam kematian. Yadnya ini sebagai wujud rasa bakti, memberikan sesuatu yang baik dan layak kepada para leluhur, dengan upakara jenasah [sawa wedana] sejak tahap permulaan sampai tahap terakhir yang disebut atma wedana. Termasuk penyucian dan pralina [kremasi / ngaben] yang sangat membantu perjalanan atman di alam-alam kematian.

Ini dilakukan dengan rasa sadar bahwa kita memiliki hutang-karma kepada orang tua kita dan para leluhur, yaitu hutang budi berupa warisan badan [sarirakrit] dan hutang budi berupa kebaikan-kebaikan mereka kepada kita [anadatha], dimana sejak bayi kita dirawat, dijaga dan dibiayai oleh mereka. Tanpa kebaikan mereka kita tidak akan berdaya dalam kelahiran kita ke dunia ini.

3. Manusa Yadnya.

Ini adalah yadnya yang diselenggarakan guna pemeliharaan serta penyucian secara spiritual terhadap seseorang sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir kehidupan. Yang membantu mencapai tujuan utama kelahiran kita sebagai manusia, yaitu meraih kesempurnaan bathin.

Beberapa pelaksanaan manusa yadnya misalnya upakara jatasamskara atau nyambutin guna menyambut bayi yang baru lahir, upakara nelu bulanin untuk bayi yang baru berumur 105 hari, upakara otonan pertama setelah anak berumur 6 bulan, upakara wiwaha [pernikahan], dll.

4. Bhuta Yadnya.

Ini adalah yadnya yang diselenggarakan bagi sarwa bhuta, yaitu mahluk-mahluk niskala alam bawah, hewan, tumbuh-tumbuhan serta unsur-unsur alam raya beserta dinamika kekuatannya.

Pada yadnya bagi para mahluk-mahluk niskala alam bawah, hewan dan mahluk-mahluk lainnya, tujuannya untuk mengangkat serta menyempurnakan kedudukan atman mereka, agar mereka mendapat kesempatan naik tingkat, lahir menjadi mahluk yang lebih tinggi kesadarannya dalam roda samsara. Sedangkan pada yadnya bagi unsur-unsur alam raya beserta dinamika kekuatannya, tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan, keharmonisan dan kelestarian jagat raya ini.

5. Rsi Yadnya.

Ini adalah yadnya yang dilakukan sebagai wujud rasa hormat dan rasa terimakasih kepada para rsi, para yogi dan para satguru, yang telah memberikan tuntunan dan pencerahan kepada manusia untuk mencapai kedamaian bathin, kesempurnaan jiwa dan pembebasan dari roda samsara.

Hal ini juga penting dilakukan, karena hanya dengan rasa hormat dan sujud kepada beliau, ajaran-ajaran suci beliau dapat masuk dengan jauh lebih baik ke lubuk bathin kita. Ajaran yang sudah membadan inilah yang dapat membantu kita merealisasikan kesempurnaan.

== MENJALANI HIDUP BERLANDASKAN DHARMA ==

Hidup ini adalah pilihan, mau kemana dan jadi apa diri kita sendirilah yang menentukan. Karena semua mahluk dan keseluruhan jagat ini diatur oleh hukum karma dan hukum rta. Kalau tindakan kita sehari-hari penuh dengan hal-hal yang baik, maka hal-hal yang baik juga yang akan datang kepada kita, kalau tindakan kita sehari-hari tidak baik, maka hal-hal yang tidak baik juga yang akan datang kepada kita.

Kita harus selalu ingat bahwa menjadi penganut Hindu itu sakral, karena sejak lahir sampai mati tidak terhitung banyaknya upakara yang dibikin untuk diri kita hanya untuk membuat kita jadi baik. Mulai dari bayi baru lahir di Rumah Sakit, bayi pulang sampai di rumah, 12 hari, 3 bulan, 6 bulan, otonan, dst—nya. Dan satu-satunya hal yang dapat membuat kesakralan ini menyala terang dalam kesempurnaan adalah, kalau di dalam bathin dan di dalam keseharian kita juga baik.

== YADNYA RAHASIA ==

Sesungguhnya ada satu lagi yadnya. Ini adalah yadnya [persembahan suci] yang paling tinggi, paling terang dan paling menggetarkan secara spiritual. Tapi sejak jaman dulu yadnya ini termasuk aja wera [tidak boleh diceritakan] atau dirahasiakan. Ini hanya boleh disampaikan oleh guru kepada murid, itupun hanya kepada murid-murid yang sudah siap untuk mengerti. Sebabnya dirahasiakan adalah untuk menghindari kesalah-pahaman publik. Karena yadnya tertinggi ini bertentangan dengan logika sebagian besar manusia. Dalam tataran logika, kebaikan dan pengorbanan yang tulus seringkali dilihat dan dipahami sebagai belog [bodoh] atau bahkan gila. Tapi dalam tataran kosmik spiritual, hal ini sangatlah menggetarkan. Bahkan para dewa-dewi akan "turun" untuk memberi berkah bimbingan dan perlindungan.

Dengan segala resikonya, Rumah Dharma memberanikan diri untuk membuka kepada publik tentang yadnya rahasia ini.

** Yadnya rahasia adalah mengurangi penderitaan para mahluk. Dalam penjelasan sederhana : tidak membalas caci-maki dan hinaan orang lain, tidak marah pada orang yang memarahi kita, tidak menyakiti orang yang jahat, tidak melawan pada yang merendahkan kita, mengalah, dll. Artinya ketika ada yang menghujat, menyakiti, merugikan, dan yang jelek-jelek lainnya, kita tidak bereaksi apapun kecuali diam, tersenyum dan memancarkan welas asih dan kebaikan. Itu semua sudah mengurangi penderitaan orang lain. Dan bagi para sadhaka dia malah akan memberikan lebih, untuk membuat para mahluk lebih berbahagia.

** Yadnya rahasia adalah menjaga keseimbangan alam semesta ini [karena alam semesta ini harus seimbang]. Dibalik kecenderungan semua manusia yang mengejar bahagia dan bahagia, untung dan untung, menang dan menang, kaya dan kaya, disana harus ada yang menderita, sial, kalah dan rugi. Dan para sadhaka di jalan rahasia, dialah yang mengambil semua yang jelek-jelek itu [agar alam semesta ini seimbang]. Seluruh hidupnya dia jadikan persembahan [yajna] bagi mahluk lain dan alam semesta.

Selengkapnya silahkan baca disini :
http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150156712281722

Kebahagiaan mahluk lain penting, kebahagiaan saya tidak penting.
Bagi orang biasa pengorbanan memang menyakitkan, tapi di jalan dharma, pengorbanan demi kebahagiaan mahluk lain adalah rahasia di balik semua kesadaran paripurna [pencerahan].



Dimata orang biasa, orang dengan persembahan suci [yadnya] rahasia terlihat hina, tidak wajar dan menderita, namun jauh di kedalaman bathinnya ia sedang melaksanakan penyatuan kosmik dengan keseluruhan alam semesta. Yang membuat para sadhaka bisa "bertemu" dengan puncak pencapaian spiritual tetua Bali yang disebut Nyepi, Mangening [maha hening] dan Hyang Embang [yang maha sunyi].

Rumah Dharma - Hindu Indonesia
07 Oktober 2011


sumber :: http://www.facebook.com/rumahdharma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar