Selasa, 26 Juni 2012

Moksha [pembebasan sempurna]



PENDAHULUAN

Sering kita mendengar istilah moksha, sebagai puncak dari ajaran Hindu. Tapi mungkin ada sebagian penganut Hindu yang tidak sepenuhnya paham apa itu moksha. Moksha secara literal dalam bahasa sansekerta berarti : pembebasan. Sedangkan moksha dalam ajaran dharma berarti pembebasan dari samsara [roda kelahiran yang berulang-ulang] beserta seluruh kesengsaraan yang diakibatkan oleh avidya [kebodohan, ketidaktahuan] di dalamnya. Realitas sejati kita adalah acintya [tidak terpikirkan], dalam kata-kata biasa bisa kita jelaskan sebagai maha damai, suci dan terang benderang. Tapi karena ke-aku-an dan kegelapan bathin, kita terjebak di dalam badan yang kotor ini.

Moksha sebenarnya adalah istilah bagi mereka yang sudah terbebaskan dan sudah meninggalkan dunia ini. Istilah moksha bagi yang masih hidup adalah Jivan-Mukti. Jiva berarti mahluk hidup, mukti berarti lepas / bebas. Jivan Mukti berarti mahluk hidup yang sudah terbebaskan.

Moksha dan Jivan-Mukti sejatinya tidak bisa dijelaskan, hanya bisa diketahui melalui pengalaman langsung [pratyaksa pramana]. Ketika sudah dialami-pun kita juga tidak bisa menjelaskannya. Itulah sebabnya Brhadaranyaka Upanishad menjelaskannya sebagai neti neti [bukan ini, bukan itu], karena memang tidak bisa dijelaskan. Tapi walaupun begitu, ada penjelasan-penjelasan yang mendekati yang bisa menjelaskan apa itu moksha dan Jivan-Mukti, walaupun tidak sepenuhnya tepat sempurna.


PENJELASAN TENTANG JIVAN-MUKTI

Pertama kita pahami dulu apa itu bebas secara sederhana. Coba amati kecenderungan-kecenderungan pikiran [vasana] kita. Pikiran kita berkata : aku ingin ini-itu, aku ingin begini-begitu, aku marah sama si A dan si B, aku lebih benar dari kamu, aku lebih hebat dari kamu, aku merasa sedih, aku merasa bahagia karena ini-itu, aku khawatir nanti begini-begitu, dll. Pikiran ini ribut sekali. Pikiran ini inguh [resah-gelisah]. Bathin ini berguncang. Ketika senang kita bahagia, ketika sedih kita larut dalam kesedihan. Ciri lain bathin yang berguncang adalah mengeluh, mengeluh dan mengeluh.

Sekarang kita bayangkan semua pemikiran-pemikiran tadi lenyap. Hening. Apa yang terjadi ? Bathin menjadi bersih sempurna, tenang-seimbang [upeksha]. Kita bersentuhan dengan intisari diri kita, intisari alam semesta dan intisari yang maha suci yang maha tidak terpikirkan, dimana yang ada hanya kedamaian dan kedamaian. Dalam ruang bathin seperti itu, kekhawatiran, kemarahan, kesedihan, ketakutan, keserakahan, dll, kehilangan cengkeramannya pada diri kita. Welas asih dan kebaikan bersemi.

1. Jivan-Mukti dalam penjelasan untuk orang biasa seperti kita.

Untuk orang biasa seperti kita, penjelasan paling mudah tentang Jivan-mukti -walaupun ini tidak sepenuhnya tepat- adalahnya lenyapnya seluruh sad ripu [enam kegelapan bathin] di dalam diri kita. Sederhananya : lenyapnya api iri hati, lenyapnya api kemarahan dan kebencian, lenyapnya api ketidakpuasan, lenyapnya api rasa takut dan rasa malu, lenyapnya api rasa curiga dan rasa khawatir, serta lenyapnya segala bentuk api-api emosi negatif lainnya. Semuanya lenyap. Ketika semuanya lenyap sempurna, yang tersisa dalam bathin kita hanya paramashanti [kedamaian sempurna].

Itulah penjelasan Jivan-mukti untuk orang biasa seperti kita. Siapa saja yang api sad ripu-nya sudah lenyap, dia tidak perlu melihat gunung dan pantai, tidak perlu pujian orang lain, tidak perlu dugem, tidak perlu punya mobil mewah, tidak perlu berlibur ke luar negeri, hanya untuk menjadi tenang dan bahagia. Karena mengapa ? Karena di dalam bathinnya sendiri sudah terang dan indah. Apapun yang terjadi dalam kehidupan, tidak menyentuh. Dalam Hindu disimbolikkan sebagai Bunga Padma [teratai], yang tidak basah oleh air.

Ciri luar orang yang sudah mengalami Jivan-mukti, dia banyak diam dan senyum-senyum saja. Walaupun tentu saja belum tentu orang yang banyak diam dan senyum-senyum saja adalah seorang Jivan-Mukta.

2. Jivan-mukti dalam penjelasan untuk para yogi yang sudah maju.

Untuk para yogi yang sudah maju, penjelasan tentang Jivan-mukti adalah Nirahamkarah [lenyapnya ke-aku-an]. Ini dijelaskan dalam berbagai buku vedanta, seperti misalnya pada Mundaka Upanishad dalam sloka berikut :

"Laksana sungai mengalir ke samudera, lenyap tanpa identitas dan bentuk. Begitulah mereka yang sudah sadar, lenyap dan terbebaskan dari identitas dan bentuk. Manunggal dengan dengan Brahman, lebih tinggi dari yang tertinggi."

Ketika ke-aku-an lenyap [nirahamkarah], kita menyatu rapi dengan segala yang ada. Kita bebas dari kecenderungan kepada prakriti [fenomena alam materi] menuju kecenderungan kepada purusha [realitas absolut]. Keheningan bathin yang sempurna. Maha damai, maha bahagia, maha suci, tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dipahami melalui pengalaman langsung [pratyaksa pramana].

Dan bagi para yogi atau bhakta yang serius, keheningan bathin yang sempurna sebagai puncak perjalanan, sebagai realitas absolut, haruslah digunakan sebagai konsep mendasar yang dapat membantu mengarahkan kemana seharusnya arah perjalanan bathin kita. Setelah itu silahkan ambil sadhana [praktek spiritual] yang kita rasa paling cocok dan sesuai untuk diri kita sendiri.

DUA MACAM MOKSHA

Kita sering mendengar kalau ada seorang Jivan-Mukta yang meninggal dan mengalami moksha, badan fisiknya lenyap. Ini tidak selalu terjadi demikian. Para Jivan-Mukta yang menempuh jalan Laya Yoga [Kundalini Yoga] dan Tantra [di Bali disebut jalan kawisesan], menggunakan divine energy [energi suci alam semesta], ketika dia meninggal [moksha] badan fisiknya lenyap. Ini karena ketika dia meninggal, energi suci [berupa api kundalini] membakar badan fisiknya sampai menjadi abu mikro, sehingga seolah-olah badan fisiknya lenyap.

Berbeda dengan para Jivan-Mukta yang menempuh jalan bhakti dan meditasi [raja yoga], yang tidak mengambil jalan kawisesan, ketika dia meninggal [moksha] badan fisiknya tidak lenyap. Hanya ke-aku-annya yang sudah lenyap sempurna [nirahamkarah]. Tapi kedua jalan ini sama-sama Moksha, amor ring acintya [manunggal dengan yang maha tidak terpikirkan].

Ketika seorang Jivan-Mukta meninggal [mengalami moksha], alam semesta biasanya ikut merespon. Bisa muncul bau harum, bisa muncul sinar, dsb-nya.

Rumah Dharma – Hindu Indonesia
Purnama Kapat
23 September 2010

sumber::  http://www.facebook.com/rumahdharma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar