Minggu, 10 Juni 2012

PENGHORMATAN PADA ORANG TUA

PENGHORMATAN PADA ORANG TUA

Tidak ada sesuatu yang kekal di dunia ini, demikian para sesepuh mengingatkan kita, segala sesuatu pasti mengalami perubahan. Kecuali Hyang Widhi. Seiring dengan berjalannya sang kala, Pembangunan terus meningkat di berbagai bidang kehidupan. Namun bila kita perhatikan dengan seksama. Ternyata selain kemajuan-kemajuan yang kita dapatkan. Perlahan namun pasti, nilai-nilai luhur budaya dan agama kian hari kian menitipis. Terkikis oleh budaya baru yang disebut modernisasi.

Tidak jarang kita lihat masyarakat menganggap beberapa budaya yang luhur warisan para pendahulu dianggap kuno dan mulai ditinggalkan. Misalnya saja penghormatan kepada orang tua atau guru pengajar. Saat ini sulit sekali menemukan anak murid mengucapkan salam hormat (Om Swastyastu) kepada guru maupun kepada orang tuanya. Kalaupun ada pasti dapat dihitung dengan jari.
Kalo kita lihat kembali kitab suci kita, ternyata banyak sekali sloka-sloka yang mengajari kita untuk selalu memberikan penghormatan kepada orang tua.

Pustaka suci Manawa Dharma Sastra menyuratkan mengenai pahala dari penghormatan kepada orang tua. Pada adyaya II sloka 121 disebutkan sebagai berikut;
“abhi wadanacilasya, nityam wrddhopasewinah, catwari tasya madhante, ayurwidya yaco balam”.
Yang artinya; ia yang sudah biasa menghormati dan selalu taat kepada orang tua mendapatkan tambahan dalam empat hal yaitu umur panjang, pengetahuan, kemasyuran, dan kekuatan.

Bait sloka ini sangat jelas memberi gambaran akan pahala bagi mereka yang taat serta patuh kepada orang tua. Bagi siapapun yang taat dan patuh kepada orang tuanya akan diberikan tambahan berupa umur panjang, pengetahuan, kemasyuran, dan kekuatan. Namun jangan pula sekali-kali melakukan ketaatan dan kepatuhan kepada orang tua karena keinginan untuk memperoleh pahala, sebab penghormatan yang diberikan maupun ketaatan adalah sesuatu yang mutlak dilakukan pada orang tua, karena jasa mereka yang tidak ternilai atas kehidupan kita di dunia ini.

Hal ini dengan tegas dituliskan pula oleh pustaka suci Manawa Dharma Sastra, yaitu adyaya II, sloka 227, adapun bunyinya ialah sebagai berikut;
“yam matapitarrau klecam, sahete sambhawernam, na tasya niskrtih cakya, kartum warsacatairapi”.
Yang artinya; kesulitan dan kesakitan yang dialami oleh orang tua pada waktu melahirkan anaknya tidak dapat dibayar walaupun dalam seratus tahun.

Sebuah wejangan dari Prabu Sri Aji Jayabaya putra Airlangga cucu dari Prabu Udayana, juga memberi kita pedoman bahwasanya, penghormatan kepada orang tua sangat penting karena penghormatan kepada orang tua juga sama dengan penghormatan kepada Tuhan.
Wejangannya sebagai berikut;
“sing sapa lali marang wong tuwane prasast lali marang Hyang Widhi. Ngabektia marang wong tuwa”.
Artinya; barang siapa lupa akan orang tua tak ubahnya lupa dengan Gusti Sang Hyang Widhi. Hormatilah orang tua.

Pada pustaka suci Sarasamuccaya juga dapat ditemukan mengenai penghormatan seorang anak kepada orang tuanya. Salah satu sloka yang menguraikannya ialah pada sloka 239;
“tapaƧcaucavata nityam, dharmasatyaratena ca, matapitro raharah, pujanam karyamaƱjasa”.
Yang artinya orang yang senantiasa hormat kepada ibu bapanya disebut tetap teguh melakukan tapa dan menyucikan diri, tetap teguh berpegang kepada kebenaran atau dharma.

Betapa berdosanya apabila tidak dapat berprilaku hormat kepada orang tua, karena demikian banyak hal yang telah mereka lakukan hingga kita dapat mengecap kehidupan di dunia. Mereka dengan tidak jemu-jemunya mengusahakan hal yang terbaik bagi putra-putrinya. Sudah sewajarnya kita selalu hormat dan taat kepada beliau.              

sumber :: http://dharmasastra3.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar